What Can I Do?

Bagaimana aku harus memulainya ya...

Kurasa... Ya, kurasa, pada titik terberat dalam kehidupan seseorang sekalipun, mereka pasti dapat menemukan titik yang jauh lebih kecil daripada titik terberat itu. Meski begitu, orang-orang yang menemukan titik terkecil itu tetap dapat menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka berhasil untuk tidak jatuh, dan melanjutkan hidup dengan semestinya. Hanya dengan berpegang pada titik paling kecil tersebut. Aplaus dengan amat sangat dariku untuk orang-orang seperti mereka.

Namun, ternyata, ada juga yang tidak.


Kukira.... Aku sudah bisa berdamai dengan diriku sendiri. Kukira, aku sudah mengenali dan merengkuh setan dalam diriku. Kukira aku telah melakukan segala yang kubisa untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Kukira aku telah sembuh. 

Hingga pada titik tertentu, aku meraskan keharusan untuk menangis. Merasakan keharusan untuk menjerit, melepaskan segala rasa sesak dalam dada ini. Meraung tanpa peduli pada tatapan penuh penilaian dari orang-orang di sekelilingku.

Untuk sekali ini saja. Aku ingin menangis meraung-raung, menghancurkan apapun, merobek semua pakaianku, dan secara keseluruhan, melampiaskan segalanya tanpa ada yang berkomentar. Namun di sisi lain, aku tak bisa. Air mata ini tertahan, sedu sedan ini menjadi batu dan mengerak di palung terdalam jiwaku.

Aku merindukan air mataku, pun amukan tak terkontrol dari diri sejatiku. Aku lelah.

Dan lagi-lagi, dia ada di sana. Topeng yang senantiasa menungguku di balik pintu, menunggu untuk kukenakan saat hendak berhadapan dengan orang lain. Dan, ya, andai aku bisa mencabik lepas topeng ini dari diriku, pasti menyenangkan rasanya.

Perasaan itu kembali melandaku. Bukan jenis perasaan yang kusukai, tapi tetap, perasaan itu adalah noda membandel untuk hati kecilku. Datang tanpa pertanda, mengacaukan mood-ku, dan mengaduk-aduk selera makanku. Aku telah bersyukur bahwa perasaan itu tidak menyengat jantungku. Tapi, mengingat alasan aku menulis entri kali ini, aku mulai meragukan kebugaran jantungku sendiri.

Aku baru beli sebuah kaktus mini, dan tak berselang satu bulan, ia mati.

Kuharap ini bukanlah akting pintar yang dilakonkan oleh egoku yang kesepian. Karena jika iya, aku tak tahu lagi harus seberapa banyak aku kembali membenci diriku sendiri. Teman-temanku yang malang, yang harus bersikap serba baik demi menghindarkanku dari perasaan bersalah, aku minta maaf pada kalian. Semua itu tidak ada gunanya.

Kuakui, sumber dari segala hal yang kurasakan ini adalah dari perasaan bersalahku sendiri. Ada banyak hal memalukan dan tidak semestinya yang telah kulakukan. Aku... aku cukup berat menanggung semua perasaan itu.

Aku mengkhianati banyak orang. Aku mengatakan berbagai kebohongan. Aku menjahati orang lain dan menggunjing mereka. Aku memakan makanan orang lain tanpa rasa malu. Aku menolak curhatan dari teman terbaikku hanya karena ia bercerita masalah yang sama secara berulang-ulang. Aku membenci sosialisasi dengan orang-orang baru. Aku benci mereka masuk ke kamarku dan memutuskan untuk nongkrong di sana. Aku membenci segala tindakan yang kulakukan hingga akhirnya menyeret diriku pada jurang kehancurannya sendiri.

Dan apakah aku masih pantas berharap untuk diselamatkan?

Komentar

Postingan Populer